26 Mei 2009

Menyambut RSBI SMADA Lamongan

PROGRAM Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) lahir didasarkan pada ketentuan undang-undang sistem pendidikan nasional (UU no 20 tahun 2003) pasal 50 ayat 3 yang menyatakan pemerintah dan/atau pemerintah daerah menyelenggarakan sekurang-kurangnya satu satuan pendidikan pada semua jenjang pendidikan untuk dikembangkan menjadi satuan pendidikan yang bertaraf internasional.
Untuk memenuhi ketentuan ini, depdiknas khususnya direktorat jenderal manajemen pendidikan dasar dan menengah telah merintis beberapa sekolah yang diharapkan mampu menerapkan standar mutu menuju sekolah bertaraf internasional.
Sekolah bertaraf internasional (SBI) adalah sekolah yang memenuhi standar nasional pendidikan (SNP) serta mempunyai keunggulan yang merujuk pada standar pendidikan salah satu negara anggota Organization for Economic Co-operation Development (OECD) dan/atau negara maju lainnya yang mempunyai keunggulan tertentu dalam bidang pendidikan sehingga memiliki daya saing di forum internasional. Secara singkat rumus SBI= SNP+X. Unsur X mencakup adoptif dan adaptif kurikulum berstandar internasional.
Selama ini, direktorat menunjuk sekolah-sekolah yang dianggap unggul di tingkat kabupaten/kota dicoba sebagai sekolah rintisan menuju sekolah bertaraf internasional. Harapannya, sekolah unggul ini mampu memenuhi kriteria standar nasional pendidikan (SNP) secara mantap sehingga tinggal mengembangkan unsur X-nya saja. RSBI agar benar-benar menjadi SBI diberi kesempatan menyiapkan dirinya selama lima tahun. Tahun 2008 ini sudah menjadi rintisan tahun yang ketiga, sehingga untuk melepas huruf ‘R’ yakni status rintisan tinggal dua tahun lagi.
Melihat target program dengan hasil yang telah dicapai selama tiga tahun ini, sekolah rintisan akan memikul beban yang tidak ringan. Persoalan yang dihadapi RSBI menyangkut berbagai aspek. Meskipun baru menerapkan bidang IPA, namun bila dituntut harus berbasis ICT, menggunakan pengantar bahasa Inggris bukan pekerjaan yang ringan. Menyadari tinggal dua tahun lagi, maka sekolah rintisan harus berani mengoptimalkan fungsi komponen RSBI yang ada di sekolah. Pemenuhan sarana dan prasarana pembelajaran sudah menjadi keharusan wajib bagi setiap guru MIPA dan bahasa Inggris. Tersedianya fasilitas laboratorium, laptop bagi setiap guru MIPA sudah menjadi keharusan bila tidak ingin ke-tinggalan. Pemberdayaan guru, sekaligus perhatian kesejahteraan tampaknya tidak dapat ditunda-tunda lagi. Sangat dikawatirkan bila kinerja kru RSBI tidak maksimal, program yang telah menelan dana miliaran rupiah ini akan berhenti di tengah jalan atau bahkan gagal total.
Relokasi
RSBI kini semakin gencar dikumandangkan. Namun sekolah yang dianggap unggul di daerah, ada wacana menarik RSBI. Bahkan akan berhasil bila pemerintah daerah (kabupaten/kota) berani merelokasi rintisan sekolah bertaraf internasional di daerahnya. Ini berarti pemerintah kabupaten/kota harus membangun unit satuan pendidikan yang serba baru. Lokasi, luas bangunan, gedung, sarana, tenaga pendidik, tata usaha dan seluruh komponen yang terkait dengan RSBI harus benar-benar baru dan siap.
Bila hal ini ditempuh, sangat mungkin penyediaan sumber daya manusia (SDM) berkualitas dapat diseleksi secara ketat. Selama ini kelemahan RSBI tidak sekadar berkutat pada sarana dan prasarana, namun lebih banyak pada kurangnya penyediaan SDM yang handal di masing-masing sekolah rintisan. Untuk menggapai label SBI memang bukan pekerjaan gampang. Selain lokasi sekolah yang luas dan memadai, kebutuhan sarana sekolah, entah itu perpustakaan, laboratorium, SDM memang harus benar-benar bermutu tinggi. Hal yang yang tidak boleh diabaikan menyangkut soal manajemen yang transparan, sehat dan obyektif.
Menyadari pentingnya kualitas SDM merupakan kunci pokok keberhasilan SBI, maka sa-ngat perlu ditempuh penjaring-an secara ketat dan obyektif. Pengangkatan guru dan kepala sekolah harus benar-benar berdasar prestasi kerja, kemampuan dan tingkat profesionalitasnya. Budaya comot harus ditinggal jauh-jauh bila menghendaki SBI dapat terwujud.
Menyadari waktu sekolah rintisan tinggal sebentar, maka seluruh komponen pendidikan harus berani kerja keras untuk mampu mewujudkan kriteria yang telah ditentukan. Dan bila tidak, kegagalan ada di depan kita.

"RSBI merupakan hak otonomi Sekolah yang bersangkutan"
Dan SMA Negeri 2 Lamongan layak untuk melaksanakan RSBI tersebut karena lebih siap dalam hal fasilitas, SDM serta sistem administratifnya. Adapun korelasinya dengan Diknas hanya masalah waktu saja.

Peraturan dan Kesalahan dalam Mendidik Murid

Mungkin sebagai seorang guru kita akan lebih banyak mendidik murid- murid kita dalam ruang kelas. Mendidik mereka menjadi bagian dalam proses belajar. Peraturan dan pelanggaran apa saja yang dapat membuat kita berhasil atau gagal dalam mendidik para murid di kelas kita sendiri?

PERATURAN PRAKTIS

  1. Bantulah murid memperoleh pemahaman yang jelas mengenai tugas yang harus dikerjakan.
  2. Beritahukan dia bahwa kata-kata dalam pelajaran telah dipilih secara teliti, bahwa kata-kata itu mengandung makna khusus yang penting untuk dicari tahu artinya.
  3. Perlihatkan kepadanya bahwa biasanya ada lebih banyak hal yang tersirat daripada yang dikatakan langsung.
  4. Mintalah ia menerangkan dengan kata-katanya sendiri tentang arti pelajaran itu menurut pemahamannya. Dengan demikian, anak harus tekun sehingga ia menangkap seluruh maksud pelajaran.
  5. Biarlah murid itu senantiasa ditanya "mengapa?", sampai ia menyadari bahwa ia diharapkan untuk memberikan alasan yang tepat sesuai pendapatnya. Tetapi hendaknya anak itu juga mengerti dengan jelas bahwa alasan-alasan itu harus sesuai dengan bahan yang sedang dipelajari.
  6. Berusahalah untuk menjadikan murid itu seorang "penyelidik yang bebas" -- seorang yang mempelajari masalah kehidupan dan mencari kebenaran. Kembangkanlah kebiasaan dalam dirinya untuk suka menyelidik lebih mendalam.
  7. Bantulah ia untuk menguji pengertian-pengertiannya guna mengetahui apakah pengertiannya itu sudah persis dengan apa yang diajarkan menurut kemampuannya.
  8. Berusahalah senantiasa mengembangkan sikap murid agar ia dapat menghormati kebenaran sebagai sesuatu yang mulia dan abadi.
  9. Didiklah murid-murid untuk membenci kepalsuan, perselisihan kata, dan senantiasa menjauhinya dengan cara mengucapkan kebenaran dan kata-kata yang menimbulkan perasaan positif dalam diri mereka.
KESALAHAN-KESALAHAN
  1. Murid ditinggalkan dengan pengertian yang kurang lengkap dan kabur karena gagal memikirkan pelajaran itu hingga jelas. Keinginan guru untuk melanjutkan pelajaran menghalangi waktu untuk berpikir.
  2. Guru telah memaksakan untuk memakai "bahasa buku" sehingga murid tidak lagi merasa terdorong untuk menguraikannya dengan kata-kata sendiri. Ia mendapat kesan seolah-olah yang penting hanyalah kata-katanya, bukan pengertiannya.
  3. Kelalaian guru untuk menyuruh murid berpikir sendiri merupakan suatu kesalahan yang paling sering dilakukan dalam ruang kelas.
  4. Seringkali guru tidak meminta murid-muridnya untuk memberi alasan bagi pernyataan-pernyataan dalam pelajaran sehingga murid-murid itu tidak terbiasa untuk memberikannya. Murid itu percaya saja pada apa yang dikatakan karena ada di dalam buku.
  5. Penerapan praktis pelajaran itu selalu diabaikan. Murid itu tidak menyadari tentang manfaat pelajaran.
Sumber:
Tujuh Hukum Mengajar, John Milton Gregory, , BabHukum yang Bersangkutan dengan Proses Belajar, halaman 142 - 146, Yayasan Penerbit Gandum Mas, Malang.